Hukum Memajang Kaligrafi Lafadz Allah dan Nabi Muhammad di Dinding atau Sejenisnya
Apa hukum menggantungkan Nama Allah atau nama Rasul-Nya atau gambar Ka’bah di dinding rumah? Saya telah mengetahui jawaban anda hukum tentang menggantungkan ayat-ayat Al-Qur’an, akan tetapi saya ingin jawaban hukum tentang menggantungkan hal-hal ini.
Jawaban :
Alhamdulillah.
Menggantungkan ayat-ayat Al-Qur’an atau Asmaul Husna atau gambar Ka’bah dan semisal itu di dinding, adalah termasuk perbuatan yang baru, kami tidak mengetahui landasannya dalam syariat. Terdapat penjelasan sebagian dari prilaku tersebut beserta berbagai dampak buruknya, pada jawaban lalu.
Sementara terkait dengan Nama-nama Allah secara khusus. Nabi kita Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk kepada kita dengan menghitungnya. Dan memberikan janji akan hal itu dengan kebaikan. Beliau Bersabda:
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari, 2736 dan Muslim, 2677)
Dan menghitungnya adalah dengan menghafalkannya, mengenal maknanya, membenarkan, baik memperhatikannya, beribadah kepada Allah dengannya, mengenal-Nya disela-sela namanya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu. Sementara kalau sekedar digantungkan di dinding, hiasan masjid, atau rumah, dijadikan kalung atau selain itu dari hal-hal tadi, maka nampaknya dari menggantungkannya tidak termasuk menghitungnya atau masuk dari sisi ibadah denganNya.
Imam Fakhruddin Az-Zaila’i Al-Hanafi rahimahullah berkata, ‘Dimakruhkan menulis Al-Qur’an dan Nama-nama Allah Ta’ala di sesuatu yang dihamparkan. Karena hal itu termasuk meninggalkan pengagungan. Begitu juga (menulis) di mihrob dan dinding. Karena dikhawatirkan tulisannya jatuh. Begitu juga (dimakruhkan menulis) di koin dirham dan dinar.’ (Tabyinul Haqoiq, 1/58)
Syekh Muhammad bin Ulaisy Al-Maliky rahimahullah berkata, ‘Seyogyanya diharamkan mengukir Al-Qur’an dan Nama-nama Allah secara mutlak. Karena bisa menuju penghinaan (terhadap AL-Qur’an) begitu juga mengukir di dinding.’ (Minakhul Jalil, 1/517-518)
Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah berkata, ‘Tidak dikenal dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau menulis satu surat atau ayat dari Al-Qur’an atau hadits atau Nama-nama Allah di papan atau pigura untuk ditempelkan di tembok atau di tempat lewatan sebagai hiasan atau mengambil barokahnya. Atau sebagai sarana untuk mengingat, menyampaikan, nasehat dan peringatan. Yang mengikuti petunjuknya akan hal itu khulafaur rosyidin, dan seluruh shahabat radhiallahu’anhum. Dan yang mengikuti petunjuk ini para Imam dari ulama’ salafus sholeh yang diberi kesaksian oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa mereka termasuk kurun terbaik setelahnya radhiallahu’anhum. Mereka semua tidak ada yang menulis sesuatu dari Al-Qur’an dan hadits Nabawi yang shoheh, tidak juga (menulis) Nama-nama Allah yang indah di papan, pigura atau di kain untuk digantungkan di dinding sebagai hiasan, pengingat dan nasehat.’ (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/58)
Sementara gambar Ka’bah, biasanya tidak lepas kelihatan orang yang towaf, orang shalat baik laki-laki maupun perempuan, dimana menjadikan larangan untuk memiliki dan menggantungkannya. Para ulama Al-Lajnah ditanya tentang menggantungkan papan yang digantungkan di dinding yang tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, gambar Masjid Nabawi, Ka’bah, Masjidil Aqsho agar orang-orang jadi rindu. Dan hal ini telah ada sejak dua tahun dan telah ada di banyak rumah.
Al-Lajnah menjawabnya, ‘Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an sebagai nasehat dan obat di dalam hati. Petunjuk dan rahmah untuk orang-orang mukmin. Sebagai hujjah untuk seluruh manusia, cahaya dan penerang bagi orang yang telah dibukakan hatinya. Dibaca, beribadah dengannya, mentadaburinya dan belajar darinya hukum terkait aqidah, ibadah, muamalah islami. Dan berpegang teguh dengannya pada setiap kondisi. Bukan diturunkan untuk digantungkan di tembok sebagai perhiasan, tidak juga digunakan sebagai mantra dan jimat yang digantungkan di rumah-rumah atau toko atau semisal itu. Agar dapat terjaga dari kebakaran dan pencurian. Atau semisal itu sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang awam. Terutama pelaku bid’ah –dimana mereka yang lebih banyak- barangsiapa yang dapat mengambil manfaat dari AL-Qur’an seperti yang diturunkan, maka dia dalam kejelasan, petunjuk dan pengetahuan dari Tuhannya. Dan barangsiapa yang menulisnya di dinding atau kayu dan digantungkannya atau semisal itu, sebagai hiasan atau penjagaan untuk penghuni, perabotan rumah tangga dan seluruh barangnya. Maka dia telah menyimpang dari kitabullah atau ayat dan surat dari petunjuk yang jelas, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Dia telah membuat bid’ah dalam agama yang Allah dan Rasul-Nya sallallahu’alaihi wa sallam tidak izinkan baik dari ucapan maupun perbuatan.
Al-Lajnah telah melihat ‘Al-Alaqat (Papan)’ maka didapatkan gambar ka’bah, gambar lelaki dan perempuan di tempat thowaf. Di papan kedua ada bismillah, surat Al-Fatihah, doa, lafadz jallah, nama Muhammah sallallahu’alaihi wa sallam, nama-nama Khulafaurrosyidin radhiallahu’anhum disamping lafadz Jalalah dan gambar Masjid Al-Aqsho.
Merealisasikan dari tadi, maka tidak diperkenankan membuat papan-papan ini tidak diperbolehkan juga digantungkan di rumah, sekolah, tempat perkumpulan, toko dan semisalnya sebagai hiasan atau untuk diambil barokah sebagai salah satu contoh karena di dalamnya penyimpangan dalam Al-Qur’an ketika diturunkan. Karena sebagai hidayah, nasehat yang bagus beribadah dengan membacanya atau semisal itu. dan karena penyelewangan apa yang dibawa oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, para khulafaur rosyidin radhiallahu’anhum. Karena mereka semua tidak pernah melakukannya. Dan sebagai penutup agar tidak terjerumus ke dalam kesyirikan. Serta menghapus berbagai sarana mantra dan jampi-jampi kalau itu dari Al-Qur’an. Karena keumuman hadits larangan akan hal itu. tidak diragukan lagi bahwa menggantungkan papan-papan ini atau semisalnya bisa dijadikan sebagai manta untuk menjada dari apa yang digantungkan. Sebagaiamana telah ditunjukkan pengalaman dan realitas manusia. Karena hal itu menjadikan ayat dan surat Al-Qur’an dihinahakan dan kejelekan ketika pindah dari satu rumah ke rumah lainnya, dimana (papan) itu dilelmparkan dengan perabotan rumah yang menumpuk dengan berbagai macam bentuknya. Begitu juga ketika dibuang, sehingga papan ini disingkirkan yang ada tulis Al-Qur’an dari apa yang layak dan tidak layak.’ (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/46-49).
Jawaban :
Alhamdulillah.
Menggantungkan ayat-ayat Al-Qur’an atau Asmaul Husna atau gambar Ka’bah dan semisal itu di dinding, adalah termasuk perbuatan yang baru, kami tidak mengetahui landasannya dalam syariat. Terdapat penjelasan sebagian dari prilaku tersebut beserta berbagai dampak buruknya, pada jawaban lalu.
Sementara terkait dengan Nama-nama Allah secara khusus. Nabi kita Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk kepada kita dengan menghitungnya. Dan memberikan janji akan hal itu dengan kebaikan. Beliau Bersabda:
( إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ )
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya, maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari, 2736 dan Muslim, 2677)
Dan menghitungnya adalah dengan menghafalkannya, mengenal maknanya, membenarkan, baik memperhatikannya, beribadah kepada Allah dengannya, mengenal-Nya disela-sela namanya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu. Sementara kalau sekedar digantungkan di dinding, hiasan masjid, atau rumah, dijadikan kalung atau selain itu dari hal-hal tadi, maka nampaknya dari menggantungkannya tidak termasuk menghitungnya atau masuk dari sisi ibadah denganNya.
Imam Fakhruddin Az-Zaila’i Al-Hanafi rahimahullah berkata, ‘Dimakruhkan menulis Al-Qur’an dan Nama-nama Allah Ta’ala di sesuatu yang dihamparkan. Karena hal itu termasuk meninggalkan pengagungan. Begitu juga (menulis) di mihrob dan dinding. Karena dikhawatirkan tulisannya jatuh. Begitu juga (dimakruhkan menulis) di koin dirham dan dinar.’ (Tabyinul Haqoiq, 1/58)
Syekh Muhammad bin Ulaisy Al-Maliky rahimahullah berkata, ‘Seyogyanya diharamkan mengukir Al-Qur’an dan Nama-nama Allah secara mutlak. Karena bisa menuju penghinaan (terhadap AL-Qur’an) begitu juga mengukir di dinding.’ (Minakhul Jalil, 1/517-518)
Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah berkata, ‘Tidak dikenal dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau menulis satu surat atau ayat dari Al-Qur’an atau hadits atau Nama-nama Allah di papan atau pigura untuk ditempelkan di tembok atau di tempat lewatan sebagai hiasan atau mengambil barokahnya. Atau sebagai sarana untuk mengingat, menyampaikan, nasehat dan peringatan. Yang mengikuti petunjuknya akan hal itu khulafaur rosyidin, dan seluruh shahabat radhiallahu’anhum. Dan yang mengikuti petunjuk ini para Imam dari ulama’ salafus sholeh yang diberi kesaksian oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa mereka termasuk kurun terbaik setelahnya radhiallahu’anhum. Mereka semua tidak ada yang menulis sesuatu dari Al-Qur’an dan hadits Nabawi yang shoheh, tidak juga (menulis) Nama-nama Allah yang indah di papan, pigura atau di kain untuk digantungkan di dinding sebagai hiasan, pengingat dan nasehat.’ (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/58)
Sementara gambar Ka’bah, biasanya tidak lepas kelihatan orang yang towaf, orang shalat baik laki-laki maupun perempuan, dimana menjadikan larangan untuk memiliki dan menggantungkannya. Para ulama Al-Lajnah ditanya tentang menggantungkan papan yang digantungkan di dinding yang tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, gambar Masjid Nabawi, Ka’bah, Masjidil Aqsho agar orang-orang jadi rindu. Dan hal ini telah ada sejak dua tahun dan telah ada di banyak rumah.
Al-Lajnah menjawabnya, ‘Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an sebagai nasehat dan obat di dalam hati. Petunjuk dan rahmah untuk orang-orang mukmin. Sebagai hujjah untuk seluruh manusia, cahaya dan penerang bagi orang yang telah dibukakan hatinya. Dibaca, beribadah dengannya, mentadaburinya dan belajar darinya hukum terkait aqidah, ibadah, muamalah islami. Dan berpegang teguh dengannya pada setiap kondisi. Bukan diturunkan untuk digantungkan di tembok sebagai perhiasan, tidak juga digunakan sebagai mantra dan jimat yang digantungkan di rumah-rumah atau toko atau semisal itu. Agar dapat terjaga dari kebakaran dan pencurian. Atau semisal itu sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang awam. Terutama pelaku bid’ah –dimana mereka yang lebih banyak- barangsiapa yang dapat mengambil manfaat dari AL-Qur’an seperti yang diturunkan, maka dia dalam kejelasan, petunjuk dan pengetahuan dari Tuhannya. Dan barangsiapa yang menulisnya di dinding atau kayu dan digantungkannya atau semisal itu, sebagai hiasan atau penjagaan untuk penghuni, perabotan rumah tangga dan seluruh barangnya. Maka dia telah menyimpang dari kitabullah atau ayat dan surat dari petunjuk yang jelas, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Dia telah membuat bid’ah dalam agama yang Allah dan Rasul-Nya sallallahu’alaihi wa sallam tidak izinkan baik dari ucapan maupun perbuatan.
Al-Lajnah telah melihat ‘Al-Alaqat (Papan)’ maka didapatkan gambar ka’bah, gambar lelaki dan perempuan di tempat thowaf. Di papan kedua ada bismillah, surat Al-Fatihah, doa, lafadz jallah, nama Muhammah sallallahu’alaihi wa sallam, nama-nama Khulafaurrosyidin radhiallahu’anhum disamping lafadz Jalalah dan gambar Masjid Al-Aqsho.
Merealisasikan dari tadi, maka tidak diperkenankan membuat papan-papan ini tidak diperbolehkan juga digantungkan di rumah, sekolah, tempat perkumpulan, toko dan semisalnya sebagai hiasan atau untuk diambil barokah sebagai salah satu contoh karena di dalamnya penyimpangan dalam Al-Qur’an ketika diturunkan. Karena sebagai hidayah, nasehat yang bagus beribadah dengan membacanya atau semisal itu. dan karena penyelewangan apa yang dibawa oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, para khulafaur rosyidin radhiallahu’anhum. Karena mereka semua tidak pernah melakukannya. Dan sebagai penutup agar tidak terjerumus ke dalam kesyirikan. Serta menghapus berbagai sarana mantra dan jampi-jampi kalau itu dari Al-Qur’an. Karena keumuman hadits larangan akan hal itu. tidak diragukan lagi bahwa menggantungkan papan-papan ini atau semisalnya bisa dijadikan sebagai manta untuk menjada dari apa yang digantungkan. Sebagaiamana telah ditunjukkan pengalaman dan realitas manusia. Karena hal itu menjadikan ayat dan surat Al-Qur’an dihinahakan dan kejelekan ketika pindah dari satu rumah ke rumah lainnya, dimana (papan) itu dilelmparkan dengan perabotan rumah yang menumpuk dengan berbagai macam bentuknya. Begitu juga ketika dibuang, sehingga papan ini disingkirkan yang ada tulis Al-Qur’an dari apa yang layak dan tidak layak.’ (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 4/46-49).