Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kedekatan Ruhani terkadang masih membutuhkan Kedekatan Jasmani

Bilal bin Rabah adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia) yang memeluk Islam ketika masih masih menjadi budak. Namun ketika keislaman Bilal diketahui oleh majikannya, Bilal pun disiksa setiap hari agar ia meninggalkan islam. Sehingga suatu hari Sayyidina Abu Bakar memerdekakan Bilal dan iapun menjadi sahabat paling setia Rosululloh SAW.

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rosululloh saw pernah bermimpi mendengar suara terompah Bilal berada di surga. Lalu ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Alloh maka orang yang pertama kali diperintah oleh Rosululloh untuk mengumandangkannya adalah Bilal bin Rabah, Ia dipilih karena suara Bilal sangat merdu nan syahdu.

Wafatnya Rosululloh, Membuat Bilal dilanda kesedihan yang mendalam. Suatu ketika Kholifah Abu Bakar meminta Bilal untuk menjadi muadzin kembali, Namun dengan perasaan yang masih sedih Bilal berkata :
”Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rosululloh saja. Rosululloh telah tiada, Maka Aku bukan muadzin siapa-siapa lagi."

Sepeninggal Rosululloh SAW masih terasa kesedihan yang mendalam di hati Bilal Ia pun meninggalkan Madinah dan mengikuti pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.
Setelah tinggal lama di Syria, Bilal praktis tidak pernah mengunjungi Madinah. Lalu sampai pada suatu malam, Rosululloh hadir dalam mimpi Bilal, Seraya menegurnya :
"Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?".

Dengan kejadian mimpi itu Ia pun bangun dan segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan ke Madinah untuk berziarah ke makam Rosululloh. Setiba di Madinah, Bilal tidak dapat menahan rindu dan kesedihannya pada Rosululloh SAW.

Kemudian datang cucu Rosululloh Sayyidina Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu tercinta Rosululloh tersebut.

Salah satu cucu Rosululloh SAW berkata kepada Bilal:
"Paman, Maukah engkau sekali saja mengumandangkan Adzan untuk Kami? Kami ingin mengenang Kakek Kami."

Umar bin Khottab yang saat itu sebagai Khalifah juga memohon kepada Bilal untuk mengumandangkan adzan, Meski sekali saja. Dengan perasaan berat lalu Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu sholat tiba, Dia naik pada tempat yang dahulu biasa adzan pada masa Rosululloh masih hidup.

Dan mulailah dia mengumandangkan adzan. Saat lafadz Allohu Akbar dikumandangkan olehnya, Mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semuanya terkejut.
Suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata Asyhadu an laa ilaha illolloh, Maka seluruh isi kota Madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitanpun mereka keluar menuju ke arah suara yang berkumandang.

Dan saat Bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadan Rosululloh, Maka Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua menangis, Teringat masa-masa indah bersama Rosululloh, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai.

Hari itu Madinah mengenang masa saat masih adanya Rosululloh diantara mereka.
Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rosululloh wafat. Itulah adzan Bilal yang tak bisa dirampungkan karena tak sanggup lagi menahan kesedihan.
Subhanalloh, Sungguh kisah yang sangat mengharukan betapa cintanya Bilal kepada Rosululloh SAW.

Sampai akupun tak sanggup menahan tangisku saat aku membaca kisah ini. Aku sangat merasa bahwa aku berada di tengah-tengah mereka yang sedang menangis karena mengenang Rosululloh SAW.