Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

*Al-Hafidz Memberi Makan 100 Orang Setiap Hari dengan Berkah Qur'an?*

Bagaimana jika saya ceritakan tentang seorang pemuda yang baru berumur 21 tahun, dipenuhi dengan keberkahan ilmu dan rizki sehingga Allah mampukan ia utk memberi makan 100 orang secara gratis di pondoknya...

Ialah Ibrahim Vatih al-hafidz, generasi milenial yg tak jauh beda dengan sebayanya. Suka game & hobi traveling. Meskipun masih muda, tapi ia sangat dewasa. Bahkan kedewasaan berpikirnya berani ia tunjukkan dengan menikah di usia belia.

Sekitar 3 tahun yang lalu Ia membuat keputusan penting dalam hidupnya. Ia memutuskan kembali ke Magetan, setelah pengembaraanya ke beberapa kota dan sempat menetap di Jogjakarta. Ia merintis sebuah pondok internet marketing yang dinamakan SINTESA (Sinergi Terpadu Santri).

Siapapun bisa masuk sini gratis. Makan gratis. Internet gratis... Selain belajar internet marketing, santri juga didorong untuk menambah hafalan Qur'an. Coba bapak ibu bayangkan, berapa dana yg dibutuhkan untuk memberi makan 100 orang setiap hari...

100 org × 15.000 × 30 hari = 45jt/bln

Darimana uangnya? DARI ALLAH

Begitu yang selalu dinasehatkan Gus Vatih (begitu saya memanggilnya) kepada para santrinya. Dia ajarkan,"kesuksesan kalian di bidang internet marketing bukan karena kerja keras atau kepintaran kalian, bisa jadi karena sholat kalian, puasa kalian, dzikir kalian atau hafalan qur'an kalian...".

*Siapa Sebenarnya Vatih dan Keluarganya?*

Tentu saya dibikin penasaran utk melihat lebih dalam profil pendidikan dan latar belakabg keluarga yang melahirkan pemuda keren yg sangat langka kita jumpai seperti ini.

Ternyata gus Vatih adalah sosok otak kanan yang berjiwa rebel (pemberontak). Bagamana tidak, ternyata beliau bukan lulusan Universitas manapun. Bahkan SD pun tidak lulus alias keluar dengan hati lapang (dia sendiri yg memutuskan tidak sekolah). Gus Vatih & Gus Fathan (kakaknya) sudah berani minta berhenti sekolah ketika masih SD ke Ayah beliau berdua, al-ustadz Riyadh Rosyadi, Lc.

Ini gila menurut saya, anak SD minta berhenti sekolah. Padahal abahnya sendiri adalah pencetus SDIT pertama di Magetan...

Luar biasanya ustadz Rosyadi ini mengutamakan dialog. (Kalau saya saat itu jadi ayahnya mungkin sudah saya gebukin tuh anak, hehe). Abah memberi izin tidak sekolah. Bahkan berujar,Sekolah Tidak Wajib, Yang Wajib itu Menuntut Ilmu". Mereka dibebaskan menuntu ilmu dimanapun dengan 1 syarat, mereka harus menyelesaikan hafalan 30 juz mereka dulu.

Akhirnya mereka sepakat dan menyelesaikan hafalan 30 juz dan mondok dg sistem mulazamah (nginthili Ulama yg ingin mereka serap ilmunya). Sistem pendidikan salafus shalih yang mati di zaman ini.

*Sekeluarga Mokal Semua!*

Dan bukan hanya 2 bocah ini saja. Ketiga adiknya juga akhirnya ikutan:
1. Fathan
2. Vatih (Fattah)
3. Said
4. Umar
5. Hammad

Kelimanya nggak sekolah... tapi mereka nggak bodoh... semuanya telah hafidz 30 juz. Mereka menempuh proses pembelajaran gaya bebas di luar ruangan sesuai hobi mereka masing2. Dari belajar gaya bebas itu mereka menemukan jalan rizki masing2. Yang bukan hanya cukup utk menafkahi keluarga, tapi juga utk membiayai perjuangan khidmat lil ummah. Dan Alhamdulillah semuanya telah menikah di usia yg sangat muda (rata2 17 tahun).

Lah kita, umur 17 tahun sudah ngapain aja. Hehe.

Ibroh dari kisah keluarga ini setidaknya ada 2 bapak ibu...

1. Sekolah formal bukan jaminan kesuksesan di masa depan. Jangan takut anak kita tidak bisa makan jika seandainya nanti dia memilih tidak menempuh jalur pendidikan formal (tidak punya ijazah). Tapi takutlah jika Anak Kita tidak mengenal Allah, tidak cinta Allah, tidak percaya Allah itu Al-Kholiq, Al-Malik, Ar-Roziq (Allah maha pencipta, Allah maha pemelihara, Allah maha pemberi rizki).

Tidak yakinkah Anda dengan jaminan Allah? Bahwa penghafal Qur'an itu Allah jamin rizkinya, bahkan disebut Ahlullah (keluarga Allah dari kalangan manusia).

Jangan takut Anak Kita menjadi faqir lantaran belajar Agama. Namun takutlah meninggalkan mereka sedang mereka dalam keadaan lemah iman....

2. Kisah ini sekaligus membantah anggapan sebagian kalangan bahwa menghafal qur'an hanya cocok untuk anak-anak dominan otak kiri. Yang mereka memang dilahirkan dg keunggulan berpikir linier, terstruktur, dll. Kalangan tersebut menilai bahwa anak-anak dominan otak kanan tidak cocok menghafal Qur'an karena daya pikir dominannya adalah kreatif, imajinatif & lateral.

Tidakkah Anda yakin dengan firman Allah bahwa Alqur'an ini telah dimudahkan untuk dihafal. Hanya saja tidak semua orang bisa menghafalnya karena 3 faktor di bawah ini setiap. Orang berbeda2

1. Azzam (tekad)
2. Istiqomah
3. Do'a

Catatan: tulisan ini tentu bukan ditujukan untuk menyerang pendidikan formal. Jalur pendidikan formal & informal adalah pilihan. Semua orang berhak sukses dengan jalur yang dia pilih. Ada juga hafidz qur'an yg sukses dg menempuh jalur pendidikan formal. Seperti Muzammil Hasballah, pemuda hafidz ganteng yg gratis kuliah di ITB dengan beasiswa jalur hafidz/prestasi.

Belajar dari keluarga para penghafal Qur'an ustadz Riyadh Rosyadi. Ada 3 kesamaan yg kami temui di antara mereka berkat menghafal Qur'an:

*1. Dewasa :* Mereka, para huffadz itu mampu tampil dengan kematangan dan kedewasaan dini, melebihi pemuda seusianya.
*2. Cerdas :* Mereka, para huffadz itu sangat cerdas dalam mempelajari sesuatu. Memiliki kemampuan berpikir dan akselerasi proses belajar diatas rata-rata. Seolah Allah bukakan seluruh pintu ilmu pengetahuan yg mereka butuhkan.
*3. Rizki :* Mereka, para huffadz itu sudah mandiri mengais maisyah (nafkah) sejak muda. Seolah-olah Allah bukakan keberkahan rizki dari langit dan bumi untuk berkhidmat pada mereka.

Oleh : Iqrok Wahyu Perdana, S.Kom

Setelah Anda membaca tulisan ini, apa yang Anda pikirkan?

Tidak inginkah putra-putri Anda menjadi seorang hafidz Qur'an?

Bekalilah putra-putri Anda tercinta dengan bekal terbaik di dunia dan akhirat. Al-Qur'an al-Karim...

PS : mohon berkenan menyebarkan tulisan ini. Semoga Allah membalas kebaikan Anda dengan dijadikannya keluarga kita menjadi keluarga Haamilal Qur'an. Jazakallah khoiron katsiro.